(EINSTEIN) MENGUNGKAP KEJENIUSAN DAN LIPATAN OTAK PENEMU TEORI RELATIVITAS
Pada saat Albert
Einstein baru menemukan teori relativitas, beliau bekeliling dari satu
universitas ke universitas lainnya untuk mempresentasikan rumus relativitas
E=mc2 yang ditemukannya. Setiap kali pergi presentasi, beliau selalu didampingi
oleh seorang supir yang hanya lulusan setingkat sekolah dasar.
Setiap kali Einstein
melakukan presentasi, sang supir ini selalu memperhatikannya walau pun tidak
mengerti materi apa yang dipresentasikan. Maka setelah puluhan kali melihat
presentasi, sang supir menjadi hafal dengan semua materi yang dipresentasikan
walau pun dia tidak mengerti artinya.
Pada suatu saat,
Einstein merasa lelah sekali setelah melakukan beberapa kali presentasi sekaligus.
Di tengah perjalanan menuju universitas yang terakhir, tubuh ringkihnya tidak
sanggup menahan keletihan.
Einstein merasakan
bahwa dia dapat saja sewaktu-waktu pingsan kelelahan ditengah-tengah acara
presentasi terakhir nanti. Dia mengeluhkan hal ini kepada supirnya. Sang supir
yang memahami keadaan majikannya menawarkan suatu bantuan.
Katanya, “Bukankah
orang-orang di sana belum mengenal wajah Pak Einstein?” (karena saat itu
Einstein belum terkenal seperti sekarang)
“Saya telah hafal semua
materi yang Bapak sering presentasikan. Walau pun saya sama sekali tidak
mengerti artinya.”
“Kalau saya mengaku
sebagai Pak Einstein, tidak akan ada orang lain di sana yang mengetahuinya”,
kata si supir.
“Pak Einstein,
bagaimana kalau saya membantu menggantikan Bapak untuk presentasi di
universitas terakhir ini?”, kata si supir.
“Memangnya kau yakin
bisa?”, tanya Einstein.
“Saya yakin Pak! Dan
hal ini akan lebih baik dari pada kemungkinan Bapak gagal presentasi karena
pingsan”, jawab sang supir.
“Bagus juga usul mu itu.
Saya setuju!”, jawab Einstein setelah berpikir sebentar.
Universitas yang
terakhir yang akan dikunjungi adalah Syracuse University di New York.
Universitas yang terkenal memiliki banyak pakar jenius matematika.
Akhirnya, sesaat
sebelum sampai di universitas tersebut mereka bertukar posisi. Einstein
menyamar menjadi supir dan sang supir menyamar menjadi Einstein.
Sesampainya di
universitas, sang supir yang dikira Einstein disambut dengan tepuk tangan
meriah dan duduk di kursi VIP. Sementara Einstein asli yang dikira supir duduk
di bagian belakang penonton sambil beristirahat.
Tiba saatnya
presentasi, sang supir naik ke panggung dengan percaya diri dan mulai
mempresentasikan teori relativitas. Einstein beristirahat sambil mengamati
dengan tegang dari kursi belakang. “Benarkah supir saya telah hafal dengan
semua rumus yang biasa saya presentasikan?”, tanyanya dalam hati.
Sang supir menulis di
papan tulis persis seperti Einstein menulis dan berbicara dengan gaya mirip
Einstein. Rupanya sang supir telah hafal dengan materi yang biasa Einstein
presentasikan di universitas-universitas sebelumnya. Hal ini karena sudah
puluhan kali sang supir mengamatinya walau pun tidak mengerti artinya. Einstein
pun mengangguk-angguk dan merasa kagum pada sang supir.
Selesai presentasi,
tepuk tangan membahana dari para penonton. Dan sang supir pun turun dari panggung
dengan hati merasa lega.
Sesaat kemudian
moderator berkata, “Maaf, Pak Einstein. Silahkan naik lagi ke atas panggung.”
“Ada yang mau
bertanya?”, teriaknya kepada para penonton.
Sang supir terkejut,
karena biasanya setelah Einstein selesai melakukan presentasi langsung turun
dari panggung disertai ditepuk-tangan dan acara presentasi pun selesai. Sambil
merasa was-was dia berdoa dalam hati, “Mudah-mudahan tidak ada penonton yang
bertanya karena sudah jelas dengan apa yang dipresentasikan”.
Tiba-tiba seorang pria
berdiri dan berkata, “Saya tidak mau bertanya.”
“Saya selamat….”, kata
supir dalam hati.
“Saya hanya ingin
menyanggah! Rumus matematika yang dipresentasikan tadi salah!”, seru pria
tersebut.
“Celaka…!”, kata supir
dalam hati.
“Saya mana mengerti
tentang rumus matematika?”, jeritnya dalam hati.
“Silahkan dijelaskan,
Pak Einstein”, kata moderator.
Dalam keadaan terjepit
sang supir berpikir mencari satu jalan keluar. Akhirnya dia berbicara kembali.
“Siapakah Bapak?”,
tanya sang supir.
“Saya Profesor George,
Pakar Matematika di universitas ini”, jawabnya.
“Celaka tiga belas!”,
jerit sang supir dalam hati.
Tadinya dia berpikir,
jika yang bertanya adalah mahasiswa maka sang supir akan menjawab, “Silahkan
bertanya saja pada dosen matematika anda”.
Dan jika yang bertanya
ternyata adalah dosen, maka dia akan menjawab “Silahkan bertanya saja pada
Profesor Matematika anda”.
Tapi ternyata yang
bertanya adalah Profesornya. Akan bertanya kepada siapa?
Keadaan sang supir
makin terjepit. Tetapi sang supir tidak kekurangan akal. Dia selalu mencari
satu jalan keluar.
“Pak George adalah
Profesor Matematika di universitas yang terkenal dengan para pakar
matematikanya ini..?!”, serunya dengan mimik wajah terheran-heran.
“Hemmm….”
“Sunggung memalukan!”
“Masak… rumus
matematika sederhana seperti ini saja tidak paham?”
“Lha..! Supir saya saja
paham kok!”
“Maju, Pir! Terangin
nih pada profesor…”, katanya sambil melambaikan tangan kepada Einstein yang
sedang duduk istirahat di kursi belakang.
Majulah Einstein yang
dikira supir menuju ke panggung dan menerangkan rumus tersebut dengan
sejelas-jelasnya.
Semakin
terkagumg-kagumlah para penonton terhadap Einstein. Ternyata, supirnya saja
bisa diajari oleh Einstein menjadi lebih pintar dari pada profesor. Apalagi
sang Einsteinnya?
Itulah sebabnya mengapa
Einstein sampai saat ini dianggap orang yang paling jenius di dunia.
Kejeniusan Albert
Einstein terus menarik minat ilmuwan, bahkan bertahun-tahun setelah
kematiannya. Penelitian terbaru berhasil menguak penyebabnya, dan ini
dimungkinkan karena 'kebandelan' Thomas Harvey, seorang dokter di rumah sakit
tempat Einstein meninggal.
Catatan National Public
Radio (NPR), sebuah organisasi media Amerika Serikat, menyebutkan saat Einstein
meninggal pada 1955 otaknya telah dikeluarkan oleh Thomas Harvey. Sangat
mungkin bahwa Harvey tidak pernah mendapat izin untuk mengeluarkan otak sang
jenius itu.
Tetapi penulis Brian
Burrell dalam "Postcards from the Brain Museum" mengatakan dokter
tersebut mendapat persetujuan dari anak Einstein. Harvey mengatakan bahwa ia
bermaksud untuk mempelajari otak Einstein. Atau setidaknya, Harvey akan
berupaya menemukan ilmuwan lain untuk melakukannya.
Berkat Harvey, para
ilmuwan dapat mempelajari otak Einstein berdasarkan sejumlah foto dan slide spesimen
yang telah disiapkan oleh Harvey. Otak tersebut, yang difoto dari berbagai
sudut, juga telah dipotong menjadi 240 blok dan slide-nya telah dibuat secara
histologis.
Sebagai catatan pernyataan
FSU, sebagian besar foto, blok dan slide telah hilang dari publik selama lebih
dari 55 tahun. Untungnya, sejumlah dari dokumen tersebut baru-baru ini telah
ditemukan kembali dan beberapa dokumen saat ini dapat ditemukan di National
Museum of Health and Medicine.
Dokumen tersebut
tersisa sebanyak 14 berkas. Meski demikian, Dean Falk, antropolog evolusi dari
Florida State University dan rekan-rekannya mampu melihat lebih dekat, dan
mencari tahu misteri yang tersimpan di otak Einstein.
"Meskipun ukuran keseluruhan dan bentuk
asimetris otak Einstein tergolong normal, tapi prefrontal somatosensori, motor
utama, parietal, temporal dan korteks oksipital miliknya luar biasa," kata
Falk.
"Ini mungkin telah
memberikan dasar-dasar neurologis untuk beberapa kemampuan visuospatial
(kemampuan seseorang untuk memahami konsep melalui representasi visual) dan
matematika," tambahnya.
Falk menjelaskan,
misalnya bagian dari lobus frontal Einstein yang "ekstra sulit".
Lobus parietal milik pencetus teori relativitas ini dalam beberapa bagian
"luar biasa asimetris". Sedangkan somatosensori utama dan korteks
motorik (daerah yang biasanya mewakili wajah dan lidah) itu "sangat luas
di belahan otak kiri."
Falk pun mengaku
terpesona. Selain Falk, kekhasan tersebut juga mengundang pertanyaan bagi
Albert Galaburda, seorang ilmuwan syaraf di Harvard Medical School di Boston.
"Di antaranya
adalah apakah Einstein memiliki otak khusus yang cenderung menjadikannya
seorang fisikawan besar, atau apakah aktivitas fisika yang besar menyebabkan
bagian-bagian tertentu dari otaknya berkembang," kata Galaburda, dalam
majalah Science.
Kejeniusan Einstein,
kata Galaburda, itu mungkin karena "beberapa kombinasi dari otak khusus
dan pengaruh lingkungan yang Einstein tinggali."
"Beberapa hal
tampak normal," kata Falk kepada The Huffington Post. "Ukurannya
normal, bentuk otak secara keseluruhan asimetris, dan itu normal. Apa yang
tidak biasa adalah kompleksitas dan konvolusi (lipatan cembung di permukaan
otak) di berbagai bagian otak," ujarnya.
Menurut pernyataan
tertulis yang dikeluarkan oleh Universitas, dalam penelitian yang diterbitkan
dalam jurnal "Brain" edisi 16 November 2012, terungkap deskripsi
seluruh korteks serebral Einstein. Korteks serebral merupakan lapisan tipis
berwarna abu-abu yang terdiri dari 15-33 miliar neuron.
Albert Einstein
tersohor sebagai fisikawan andal pada abad 20 yang terkenal dengan teori
relativitas. Sosoknya selalu menarik perhatian karena kejeniusan yang dimiliki.
Hal inilah yang mengulik para peneliti untuk mengungkap bagaimana isi otak
Einstein sesungguhnya.
Jurnal Brain yang
dipublikasian pada Jumat (16/11) lalu mengungkap foto-foto baru otak Einstein.
Pria ini memiliki pola lipatan otak yang luar biasa di beberapa bagian, kondisi
ini ditengarai yang membantu kejeniusannya.
Lipatan ekstra ini
terdapat pada bagian korteks otak besar (cerebral cortex atau grey matter). Di
mana di bagian ini merupakan pusat saraf yang mengatur pikiran dan kesadaran
manusia. Tim peneliti menemukan bahwa secara keseluruhan otak Einstein memiliki
lipatan yang jauh lebih rumit di seluruh korteks otak besar yang erat kaitannya
dengan tingkat Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi.
Analisa menunjukkan
khususnya pada bagian frontal lobes yang mengatur dengan pemikiran abstrak dan
perencanaan, memiliki lipatan yang luar biasa rumit. "Ini adalah bagian
yang benar-benar canggih dari otak manusia. Dan (Einstein) sangat luar
biasa," kata Dean Falk, antropolog di Florida State University, Amerika
Serikat.
(thinkstockphoto)
Ilmuwan percaya bahwa
semakin banyak lipatan dapat menciptakan area permukaan yang lebih luas bagi
proses mental. Ini memungkinkan terjadinya koneksi yang lebih banyak antara
sel-sel otak. Dengan lebih banyak koneksi antar bagian otak yang saling
berjauhan, akan mampu membuat suatu arti, lompatan mental, dan memecahkan
beberapa masalah kognitif.
Selain itu bagian
occipital lobes yang berfungsi melakukan pemrosesan visual juga menunjukkan
adanya lipatan tambahan. Lobus parietal kanan dan kiri juga tampak sangat
asimetris. "Memang tidak begitu jelas bagaimana bagian-bagian ini
berkontribusi terhadap kejeniusan yang dimiliki oleh Einstein. Namun, wilayah
otak adalah kunci bagi tugas-tugas spasial dan matematika," kata Falk.
Pada tahun 1999, Sandra
Witelson, dari G. Michael De Groot of Medicine di Universitas McMasters,
melakukan studi masa lalu otak Einstein. Ia mengungkapkan bahwa lobus
parietalis kanan Einstein memiliki lipat ekstra. Ini dianggap terjadi ketika
Einstein masih dalam kandungan.
"Ini bukan hanya
masalah lebih besar atau lebih kecil, tetapi bahwa pola yang sebenarnya
berbeda. Anatominya adalah unik dibandingkan dengan setiap foto atau gambar
dari otak manusia yang pernah direkam," kata Witselson.
Harvey mengiris tipis
bagian jaringan otak tersebut menaruhnya di bawah mikroskop dan juga mengambil
14 buah foto otak dari berbagai sudut. Namun foto-foto tersebut dirahasiakan,
karena Harvey ingin menuangkannya dalam buku mengenai Einstein yang akan ia
tulis.
Akan tetapi sebelum
menyelesaikan bukunya, Harvey meninggal dunia kemudian pihak keluarga
menyumbangkan foto tersebut ke National Museum of Health and Medicine di
Washington, D.C. Kemudian pada tahun 2011, Falk beserta timnya mulai
menganalisa foto-foto tersebut.
Albert Einstein memang
terkenal sebagai fisikawan yang terkemuka pada abad ke 20 dengan teorinya yang
terkenal yaitu teori relativitas. Sosoknya itulah yang menjadi pusat perhatian
sebab dengan adanya kejeniusan yang dia miliki. Karena adanya hal tersebut,
para peneliti mulai tertarik untuk meneliti otak Einstein dan mengungkap
tentang isi otak Einstein yang sebenarnya.
Berdasarkan penelitian,
tokoh yang satu ini ternyata memiliki pola lipatan otak yang tidak biasa, bisa
dianggap sebagai suatu hal yang luar biasa. Lipatan yang sangat rumit terdapat
pada otak Einstein dimana hal tersebut berada oada otak besar atau cerebral
cortex atau grey matter. Para peneliti mengungkapkan bahwa lipatan rumit yang
terdapat pada otak Einstein menunjukkan adanya hubungan dengan tingkat
kejeniusannya yang tinggi.
Berdasarkan analisis
yang dilakukan, frontal lobes berfungsi mengatur dengan pemikiran abstrak serta
perencanaan. Dean Falk yang merupakan antropolog yang berada di Florida State
University. tepatnya di Amerika Serikat.
Para ilmuwan percaya
bahwa makin banyaknya lipatan dapat menghasilkan area permukaan yang lebih luas
dalam pemrosesan mental. Selain itu, occipital lobes yang memiliki fungsi
sebagai pemrosesan visual juga menampakkan adanya lipatan tambahan. Pada bagian
lobus parietal kanan serta kiri juga menunjukkan bentuk yang tidak simetris,
hal tersebut jelas menunjukkan adanya kontribusi yang besar dari kejeniusan
Einstein tersebut.
Pada tahun 1999,
seorang profesor yang bernama Sandra Witelson yang berasal dari G.Michael De
Groot of Medicine tepatnya di Universitas McMasters telah melakukan penelitian
pada otak Einstein. Dia menyatakan bahwa lobus parietal kanan yang memiliki
lipatan ekstra sudah terjadi sejak Einsten berada di dalam kandungan.
Witselson menegaskan
bahwa ini bukanlah membahas tentang besar dna kecilnya otak, tapi ini
menjelaskan bahwa pola otak Einstein berbeda dari yang biasanya. Anatomi
otaknya terbilang unik jika dibandingkan dari tiap foto maupun gambar yang
direkam.
Sebelumnya, Thomas
Harvey yang merupakan ahli patologi juga pernah mengadakan penelitian terhadap
orak Einstein dan ia rahasiakan guna untuk menciptakan buku. Namun sayang, ia
telah meninggal dunia sebelum bukunya selesai. Akhirnya, keluarga Harvey-lah
yang menyumbangkan hasil penelitian tersebut ke National Museum of Health and
Medicine yang bertempat di Washington D.C. Kemudian, Falk yang bersama timnya
akhinrya menganalisis foto hasil penelitian Harvey tersebut pada tahun 2011.
Komentar
Posting Komentar