Legenda Lombok Tentang cerita Dewi Anjani
Legenda Lombok Tentang cerita
Dewi Anjani
Pada satu masa di dekat negri Alengka (tempat para raksasa),
tersebutlah sebuah pertapaan yang disebut dengan Gunung Sukendra. Pertapaan itu
dihuni oleh Resi Gotama dan keluarganya. Resi Gotama adalah keturunan Bathara
Ismaya, putra Prabu Heriya dari Mahespati. Resi Gotama memiliki seorang kakak
bernama Prabu Kartawirya yang kelak akan menurunkan Prabu Arjunasasrabahu. Atas
jasa-jasa dan baktinya kepada para dewa, Resi Gotama dianugrahi seorang
bidadari kahyangan bernama Dewi Windradi. Dari hasil perkawinannya mereka
dikaruniai tiga orang anak Dewi Anjani, Guwarsa (Subali) dan GuwaResi
(Sugriwa).
Tahun berganti tahun, Dewi Windradi yang selalu dalam
kesepian karena bersuamikan seorang brahmana tua, akhirnya tergoda oleh panah
asmara Bhatara Surya (dewa Matahari). Terjadi saat sang dewi sering berjemur
telanjang mandi sinar matahari di pagi hari. Terjalinlah hubungan asmara secara
rahasia sedemikian rapih sehingga sampai bertahun-tahun tidak diketahui oleh
Resi Gotama, maupun oleh ketiga putranya yang sudah menginjak dewasa. Akibat
suatu kesalahan kecil yang dilakukan oleh Dewi Anjani, jalinan kasih yang sudah
berlangsung cukup lama itu, akhirnya terbongkar dan membawa akibat yang sangat
buruk bagi keluarga Resi Gotama.
Karena rasa cintanya yang begitu besar pada Dewi Anjani,
Dewi Windradi mengabaikan pesan Bhatara Surya, memberikan pusaka kedewataan
Cupumanik Astagina kepada Anjani. Padahal ketika memberikan Cupumanik Astagina
kepada Dewi Windradi, Bhatara Surya telah berwanti-wanti untuk jangan
sekah-kali benda kedewatan itu ditunjukkan apalagi diberikan orang lain, walau
itu putranya sendiri. Kalau pesan itu sampai terlanggar, sesuatu kejadian yang
tak diharapkan akan terjadi.
Cupumanik Astagina adalah pusaka kadewatan yang menurut
ketentuan dewata tidak boleh dillhat atau dimiliki oleh manusia lumrah.
Larangan ini disebabkan karena Cupumanik Astagina disamping memiliki khasiat
kesaktian yang luar biasa, juga didalamnya mengandung rahasia kehidupan alam
nyata dan alam kesuragaan. Dengan membuka Cupumanik Astagina, melalui
mangkoknya kita akan dapat melihat dengan nyata dan jelas gambaran surga yang
serba polos, suci dan penuh kenikmatan.
Sedangkan dari tutupnya akan dapat dilihat dengan jelas
seluruh kehidupan semua makluk yang ada di jagad raya. Sedangkan khasiat
kesaktian yang dimiliki Cupumanik Astagina ialah dapat memenuhi semua apa yang
diminta dan menjadi keinginan pemiliknya.
Bagi masyarakat hindu, cupu ini merupakan suatu wadah
berbentuk bundar berukuran kecil terbuat dari kayu atau logam. Manik=permata,
melambangkan sesuatu yang indah. Asthagina=delapan macarn sifat yang harus
dimiliki oleh seorang brahmana:
1. daya sarwa buthesu (belas kasih kepada sekalian makluk),
2. ksatim (suka memaafkan, sabar),
3. anasunyah ( tidak kecewa atau menyesal),
4. saucam (suci lahir batin),
5. anayasah (tidak mengeluarkan tenaga berlebih-lebihan.
Jawa; nyengka, ngaya),
6. manggalam (beritikad baik),
7. akarpanyah (tidak merasa miskin baik dalam hal batiniah
maupun lahiriah, begitu
pula dalam hal budi),
8. asprebah (tidak berkeinginan atau bahwa nafsu duniawi)].
Namun dorongan rasa cinta terhadap putri tunggaInya telah
melupakan pesan Bhatara Surya. Dewi Windradi memberikan Cupumanik Astagina
kepada Anjani, disertai pesan agar tidak menunjukkan benda tersebut baik kepada
ayahnya maupun kepada kedua adiknya.
Suatu kesalahan dilakukan oleh Anjani. Suatu hari ketika ia
akan mencoba kesaktian Cupumanik Astagina, kedua adiknya, Guwarsa dan Guwarsi
melihatnya. Terjadilah keributan diantara mereka, saling berebut Cupumanik
Astagina. Anjani menangis melapor pada ibunya, sementara Guwarsa dan Guwarsi
mengadu pada ayahnya. Bahkan secara emosi Guwarsa dan Guwarsi menuduh ayahnya,
Resi Gotama telah berbuat tidak adil dengan menganak emaskan Anjani. Suatu
tindakan yang menyimpang dari sifat seorang resi.
Tuduhan kedua putranya membuat hati Resi Gotama sedih dan
prihatin, sebab ia merasa tidak pernah berbuat seperti itu. Segera ia
memerintahkan Jembawan, pembantu setianya untuk memanggil Dewi Anjani dan Dewi
Windradi. Karena rasa takut dan hormat kepada ayahnya, Dewi Anjani menyerahkan
Cupumanik
Astagina kepada ayahnya. Anjani berterus terang, bahwaa benda itu
pemberian dari ibunya.
Sementara Dewi Windradi bersikap diam membisu tidak berani
berterus terang dari mana ia mendapatkan benda kadewatan tersebut. Dewi
Windradi seperti dihadapkan pada buah simalakama. Berterus terang, akan
memebongkar hubungan gelapnya dengan Bhatara Surya. Bersikap diam, sama saja
artinya dengan tidak menghormati suaminya.
Sikap membisu Dewi Windradi membuat Resi Gotama marah, dan
mengutuknya menjadi patung batu, yang dengan kesaktiannya, dilemparkannya
melayang, dan jatuh di taman Argasoka kerajaan Alengka disertai kutukan, kelak
akan memjelma kembali menjadi manusia setelah dihantamkan ke kepala raksasa.
Demi keadilan, Resi Gotama melemparkan Cupumanik Astagina ke
udara. Siapapun yang menemukan benda tersebut, dialah pemiliknya. Karena
dorongan nafsu, Dewi Anjani, GuwaResi Guwarsa dan Jembawan segera mengejar
benda kadewatan tersebut. Tetapi Cupumanik Astagina seolah-olah mempunyal
sayap. Sebentar saja telah melintas dibalik bukit. Cupu tersebut terbelah
menjadi dua bagian, jatuh ke tanah dan berubah wujud menjadi telaga. Bagian
Cupu jatuh di negara Ayodya menjadi Telaga Nirmala, sedangkan tutupnya jatuh di
tengah hutan menjadi telaga Sumala.
[Mitos yg hidup di kalangan masyarakat Dieng menyebutkan
bahwa Telaga Merdada, yang letaknya 3,5 kilometer dari Desa Dieng, dianggap
sebagai penjelmaan dari Cupu Manik Astagina. Di dekat Telaga Pengilon atau
Telaga Cermin (konon cerita, bisa dipakai untuk kaca cermin) terdapat Goa
Semar.
Masyarakat setempat mempercayainya sebagai bekas tempat semedi Bodronoyo
atau Semar. Goa batu ini mempunyai panjang sekitar lima meter dan dikeramatkan oleh
masyarakat Dieng].
Anjani, Guwarsi, Guwarsa dan Jembawan yang mengira cupu
jatuh kedalam telaga, langsung saja mendekati telaga dan meloncat masuk
kedalamnya. Suatu malapetaka terjadi, Guwarsa, Guwarsi dan Jembawan
masing-masing berubah wujud menjadi seekor manusia kera. Melihat ada seekor
kera dihadapannya,
Guwarsa menyerang kera itu karena menganggap kera itu
menghalang-halangi perjalanannya.
Pertarungan tak pelak terjadi diantara mereka. Pertempuran
seru dua saudara yang sudah menjadi kera itu berlangsung seimbang. Keduanya
saling cakar, saling pukul untuk mengalahkan satu dengan lainnya. Sementara
Jembawan yang memandang dari kejauhan tampak heran melihat dua kera yang
bertengkar namun segala tingkah laku dan pengucapannya sama persis seperti
junjungannya Guwarsa dan Guwarsi. Dengan hati-hati Jembawan mendekat dan
menyapa mereka. Merasa namanya dipanggil mereka berhenti bertengkar. Barulah
mereka sadar bahwa ketiganya telah berubah wujud menjadi seekor kera. Dan
merekapun saling berpelukan! menangisi kejadian yang menimpa diri mereka.
Adapun Dewi Anjani yang berlari-lari datang menyusul, karena
merasa kepanasan, sesampainya di tepi telaga lalu merendamkan kakinya serta
membasuh mukanya, dan… wajah, tangan dan kakinya berubah ujud menjadi wajah,
tangan dan kaki kera. Setelah masing-masing mengetahui adanya kutukan dahsyat
yang menimpa mereka, dengan sedih dan ratap tangis penyesalan, mereka kembali
ke pertapaan.
Resi Gotama yang waskita dengan tenang menerima kedatangan
ketiga putranya yang telah berubah wujud menjadi kera. Setelah memberi nasehat
seperlunya, Resi Gotama menyuruh ketiga putranya untuk pergi bertapa sebagai
cara penebusan dosa dan memperoleh anugerah Dewata.
Subali ‘tapangalong’ bergantungan di atas pepohonan seperti
kalong (kelelawar besar) layaknya. Sugriwa ‘tapa ngidang’ mengembara dalam
hutan seperti kijang, sedang Anjani ‘tapa ngodhok’ berendam di air seperti
katak ulahnya di tepi telaga Madirda. la tidak makan kalau tidak ada dedaunan
atau apapun yang dapat dimakan yang melayang jatuh di pangkuannya, dan untuk
melepas rasa haus ia membasahi mulutnya dengan air embun.
Beberapa tahun berialu, syahdan Batara Guru pada suatu waktu
melanglang buana dengan naik lembu Andininya. Ketika melewati telaga Madirda
dilihatnya Anjani bertapa berbadan kurus kering, timbul rasa belas kasihannya,
maka dipetiknya dedaunan sinom (daun muda pohon asam), dilemparkan ke arah
telaga dan jatuh di pangkuan Anjani. Anjanipun memakannya, dan … iapun menjadi
hamil karenanya.
Setelah tiba saatnya, bayi yang dikandungnya lahir dalam
ujud kera berwarna putih sekujur badannya. Bayi itu kemudian diberi nama
Hanoman, mengacu kepada daun sinom pemberian Batara Guru yang menyebabkan
kehamilan Anjani. Dengan demikian dituturkan bahwa Hanoman adalah putra Batara
Guru dan Dewi Anjani.
Komentar
Posting Komentar